Mengawaki
Kompi Khusus Kuterinbat
Yon 328 Brigif Linud 17 Kujang. Kostrad |
Kuterinbat adalah teori taktik yang diuji coba di Timor Timur pada tahun
1981. Teori taktik ini berasal dari mantan Komandan Brigif Linud 17 Kostrad,
Mayjen M.Sanif sewaktu menjabat Asisten Operasi Mabes ABRI. Beliau melihat
hasil-hasil operasi pasukan TNI yang berada di Timor Timur saat itu belum
menunjukkan hasil yang maksimal. Berangkat dari pengalaman masa lalunya ketika
memimpin berbagai operasi tempur, tercetuslah ide untuk melakukan ujicoba
kembali suatu konsep operasi yang sudah berulang kali beliau laksanakan di
daerah-daerah operasi lainnya dan berhasil.
Dulu, Kuterinbat ini adalah kemampuan atau keterampilan yang wajib
dilatihkan kepada setiap prajurit Kujang 1, dan telah terbukti dengan baik. Di
manapun prajurit jajaran Kujang 1 yang memiliki kemampuan Kuterinbat
ditugaskan, yaitu Yonif Linud 305/Tengkorak, Yonif Linud 328/Dirgahayu, dan
Yonif Linud 330/Tri Dharma, selalu berhasil dalam operasi yang dibebankan
kepada mereka. Misalnya, operasi penumpasan DI/TII, PGRS Paraku, dan
sebagainya. Kemudian yang paling khas adalah operasi teritorial dan
intelijennya yang dijalankan bersama-sama dan kemudian dikenal dengan
sebutan adu bako.
Hanya sayangnya, untuk tahun-tahun selanjutnya, setelah berkurangnya
operasi-operasi militer, kemampuan dan keterampilan ini dilupakan dan tidak
dimanfaatkan lagi. Bahkan kemudian tidak lagi diprogramkan dan dilatihkan,
sehingga pernah menghilang di agenda jajaran Kujang 1 sendiri. Sampai akhirnya
Mayjen M. Sanif mencetuskan kembali gagasan baru untuk menggunakan pola operasi
Kuterinbat di Timor Timur.
Untuk mewujudkan gagasan ini, Mabes ABRI menunjuk Brigif Linud 17 Kujang via
Kostrad, agar menyiapkan satu satuan setingkat Kompi yang masih memiliki pengetahuan
keterampilan dan kemampuan Kuterinbat untuk ditugaskan di Timor Timur.
Adapun susunan operasi Kuterinbat ini berjumlah 150 orang, yang terdiri dari
:
a. Pok Koki : Dari Mabrigif Linud 17 Kujang
b. Danki : Kapten Inf. Adam Damiri (Pensiun Mayjen TNI)
c. Wadanki : Kapten Inf. Agustadi Sasongko Purnomo
d. Anggota :
1) Dari Yonif Linud 305/Tengkorak sebanyak 2 Regu Senapan, Regu 1 dipimpin
Serda Slamet Sudjarwo, Regu 2 dipimpin Serda Suharyono.
2) Dari Yonif Linud 328/Dirgahayu sebanyak 1 Peleton dengan Danton Letda
Inf.M.Hafid yang membawahi 3 Regu Senapan.
3) Dari Yonif Linud 330/Tri Dharma sebanyak 1 Peleton dengan Danton Lettu Inf.
Toni SB. Husodo membawahi 3 Regu Senapan.
M Yusuf Berikan Pengarahan Operasi Seroja |
Kronologi penunjukan Kapten Inf. Agustadi Sasongko Purnomo sebagai Wadanki
adalah sebagai berikut :
Ketika itu tahun 1981 ia menjabat sebagai Kasi 3/Pers/328/17, Danyonif Linud
328/Dirgahayu dijabat Letkol Inf.Firdaus Jamal, sedangkan sopirnya bernama
Abdullah. Dipanggil menghadap Pangdiv 1 Brigjen Faisal Tandjung, ditanya oleh
beliau
” Siapa Perwira di 328 yang jago perang?”
” Siap, Kasi Pers, Kapten Agustadi Sasongko Purnomo!” jawab Abdullah.
Maka dipanggila Aguk menghadap Pangdiv-1.
” Kamu, Agustadi, jago perang!”
” Siap Panglima!” jawab Aguk.
” Kamu si jago perang, kamu persiapkan dirimu ikut pemilihan Komandan
Kuterinbat!”
” Siap, kerjakan!”
Alhasil, Danki dijabat oleh Kapten Inf. Adam Damiri, sedangkan Wadanki
dijabat oleh Aguk. Kompi ini semacam satuan anti gerilya dengan kualifikasi Raiders.
Setelah menerima petunjuk perencanaan (jukcan) dari Komandan, ia langsung
mengumpulkan keterangan dan mempelajari daerah selama 7 hari.
Proses pemilihan anggota Kuterinbat cukup unik, yaitu diawali dengan apel
Batalyon yang diambil oleh Kasipers, Kapten Inf. Agustadi Sasongko Purnomo.
Kemudian para anggota ditanya oleh Aguk:
” Siapa yang mau mati di Timor-Timur?”
Tantangan itu direspon para Kopral dan Tamtama dengan mengangkat tangan
secara serentak. Ini menunjukkan semangat dan kesediaan mereka secara ikhlas.
Intinya para anggota mempunyai sugesti dan percaya kepada Komandannya yang
pernah beberapa kali bertugas disana dan berhasil, pulang dengan selamat.
Ternyata, Aguk memilih prajurit yang bandel-bandel, dan urakan, tetapi setia
dan berani. Pilihan ini ternyata tepat setelah pembuktian nantinya di medan
operasi.
Sebelum diberangkatkan kedaerah operasi, mereka langsung berada di bawah
kendali dan pengawasan Asops Pangab Mayjen M.Sanif, dimana beliau menjabat
sebagai penanggung jawab dan pembina latihan. Kompi pilihan ini dilatih di
Cipatat selama 1 bulan penuh. Para pelatih dalam latihan Kuterinbat terpadu ini
direkrut dari mantan orang-orang Kujang yang qualified dan
paham betul tentang Kuterinbat.
Keunikan komposisi organisasi satuan khusus setingkat Kompi ini adalah,
terjadinya pembauran dan campuran antara orang-orang yang sudah sangat senior
dan prajurit-prajurit yang masih muda. Keistimewaan lainnya, ketika ditawarkan
kepada anggota-anggota yang tergolong senior di masing-masing Batalyon, siapa yang
menguasai Kuterinbat dan bersedia bergabung, banyak Bintara/Tamtama senior yang
mendaftarkan diri, sehingga akhirnya diseleksi ulang. Bahkan dengan sukarela,
ada beberapa yang sudah MPP pun masih bersedia dan bersemangat untuk bergabung.
Mengingat dan menimbang pengalaman mereka semasa operasi-operasi terdahulu,
akhirnya para sesepuh ini dijinkan juga ikut memperkuat Satuan Khusus
Kuterinbat.
Fenomena semacam ini menunjukkan jiwa juang, jiwa korsa dan semangat
persatuan serta kebanggaan selaku prajurit Kujang tidak bisa diukur dengan
materi, batas usia, ataupun hal-hal lainnya, sehingga 6 bulan penugasa di Timor
Timur saat itu, ada 3 personil yang pensiun di sana, pulang dengan status
purnawirawan.
Sebuah kebanggan yang tidak terkira bisa mencapai pensiun di daerah operasi.
Mayjen M. Sanif tidak sembarangan memilih personel. Walaupun yang turut
diantaranya sudah tua-tua, tapi semua dalam rangka strategi untuk menurunkan
pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan. Dengan didampingi orang-orang tua
yang sarat pengalaman, minimal prajurit-prajurit muda ini bisa merekam semua
tindakan, kesiapan, ketenangan, dan kesigapan para jago perang tua
ini dalam saat-saat genting ketika berhadapan dengan musuh. Seluruh Bintaranya
adalah orang-orang tua yang sudah banyak makan asam garam pertempuran.
Sedangkan prajurit-prajuritnya adalah pilihan yang terbaik dari Batalyon
masing-masing dengan seleksi kemampuan fisik, inteligensia, mental, kemahiran
menembak dak taktis/teknis militer, serta tidak sombong.
Sementara Pasukan Khusus Kuterinbat masih tahap latihan di Cipatat, di Timor
Timur sedang terjadi Opreasi Pagar Betis dengan mengerahkan seluruh pasukan dan
rakyat yang ada disana untuk menggiring para GPK dari arah barat ke timur untuk
selanjutnya dihancurkan di killing ground di daerah Gunung
Matabean. Operasi ini melibatkan 34 Batalyon tempur yang ada di Timor Timur,
berbaris bersaf dari barat ke timur, dibantu oleh Hansip, Wanra serta penduduk
setempat. Tapi karena operasi GPK bersifat gerilya, mereka pasti didukung oleh
penduduk dan jaringan clandestine, maka walaupun operasi
sudah dijalankan dengan semaksimal mungkin, hasilnya tetap minimal dan
dipastikan terjadi banyak pelolosan.
Kelemahan operasi ini adalah, dengan pengerahan seluruh kekuatan pasukan
dari barat ke timur, berarti terjadi kekosongan di daerah-daerah belakang
pasukan, dan GPK ini malah menjadi bebas membentuk kantong-kantong di belakang
pasukan yang beroperasi. Celakanya lagi, mereka melakukan aksi-aksi balas
dendam melalui teror, intimidasi, pemerkosaan dan pembakaran terhadap
rumah-rumah penduduk yang mereka anggap sebagai simpatisan ABRI.
Hal semacam ini tidak berlangsung lama. Untuk mengimbangi aksi teror GPK di
garis belakang, Mabes ABRI mengirim satuan khusus sebagai lawan tanding GPK
digaris belakang, yaitu Operasi Kuterinbat ini. Melalui Surat Perintah Komandan
Brigif 17/Kujang 1, Kolonel Inf. Kilian Sidabutar tanggal 21 Agustus 1981,
berangkatlah kompi khusus ini menuju daerah operasi di Timor Timur dengan
pesawat pesawat Hercules dan mendarat di Lapangan Terbang Baucau.
Setelah konsolidasi dan persiapan di Base Camp Baucau, 2 hari kemudian Kompi
ini menerima Perintah Operasi (PO) untuk segera masuk ke pedalaman, yaitu
Kecamatan Quilicai di kaki Gn.Matabean. Kemudian dengan Kotis dari Quilicai ini
dilakukan operasi-operasi ke daerah-daerah sekitar Matabean untuk menghancurkan
GPK yang lolos dari Operasi Pagar Betis.
Operasi ini dinilai cukup berhasil, menewaskan cukup banyak GPK, menawan
sisanya hidup-hidup, dan menyita banyak senjata api. Nmaun dalam perjalanan
operasi selanjutnya, Danki Kapten Inf. Adam Damiri jatuh sakit dan harus
dievakuasi ke Bacau. Wadanki Kapten Inf. Agustadi SP mengambil alih pimpinan
operasi Kuterinbat sampai selesai.
Operasi Kuterinbat di Timor Timur dikendalikan langsung oleh Komandan Korem
164/Wiradharma dengan segala dukungan logistik dan administrasi. Karena operasi
berintikan personel yang sudah berpengalaman, maka satuan ini dalam
pergerakannya dibagi dalam kelompok-kelompok kecil, yaitu 3-5 orang personil,
tidak pernah lebih. Mereka memiliki kemampuan untuk mengendus jejak, mencari
dan mendekati musuh, serta menghancurkannya. Anggota pasukan sudah siap moril
untuk tidak mendapatkan dukungan dari satuan lainnya, karena mereka beroperasi
terlepas dari induk pasukan.
Komando dan pengendalian hanya menggunakan hari. Yakni, ditentukan lebih
dahulu sekian hari bergerak dihutan, kemudian harus berpindah kembali. Begitu
juga urusan logistik selalu berpindah dan berubah-ubah. Alat komunikasi Radio
Portable PRC pada saat itu tidak bisa terlalu diandalkan. Selain jumlahnya yang
sangat sedikit, masalah baterai dan kemungkinan dimonitor musuh sangat besar,
sehingga alat radio relatif sedikit digunakan dan tidak terlalu diandalkan.
Minggu demi minggu berlalu, keberhasilan demi keberhasilan dari
masing-masing Peleton terus dilaporkan ke Korem 164/Wiradharma selaku
pengendali. Paling menarik adalah timbulnya persaingan positif yang sehat dari
masing-masing Peleton untuk membaw nama Batalyon masing-masing. Keberhasilan
Peleton yang mewakili Yonif Linud 305/Tengkorak misalnya dianggap sebagai
pemacu semangat bagi Peleton yang mewakili Yonif Linud 328/Dirgahayu dan Yonif
Linud 330/Tri Dharma. Mereka berusaha saling mengimbangi dan saling berpacu
untuk lebih baik lagi.Tidak jarang mereka kadang dipanas-panasi oleh
Korem 164/Wiradharma selaku pengendali untuk bertugas seoptimal mungkin, tetapi
tetap dalam batas sehat dan kewajaran.
Operasi Kuterinbat ini ternyata berhasil memecahkan rekor hasil pengumpulan
senjata, tawanan, dan musuh yang tertembak. Catatan menunjukkan, 40 orang GPK
tewas tertembak, 65 menyerahkan diri, dan 118 pucuk senjata berhasil direbut.
Jika dibandingkan antara penugasan 1 Batalyon dengan 1 Kompi Khusus ini, maka
kompi khusus ini menunjukkan hasil yang sangat memuaskan.
Selain itu, masih ada hasil non combatan yang sebetulnya
lebih besar artinya bagi operasi untuk tingkat yang lebih tinggi. Anggota Kompi
Khusus ini berhasil menyergap tawanan hidup-hidup yang menbawa ransel berisi
dokumen-dokumen yang ditandatangani oleh Mauhudu. Selanjutnya oleh Satgas Intel
Korem 164/Wiradharma, dokumen ini dipelajari dan dikembangkan. Hasilnya
diketahui bahwa para pimpinan GPK dari seluruh daerah Timor Timur akan
mengadakan rapat umum di sekitar Sungai Lalea.
Sebagai tindak lanjut, secara tertutup Yonif 744 dan 745 Kopasandha dan
semua pasukan yang berada disekitar Kabupaten sasaran disamarkan untuk bergerak
dan mengepung kordinat yang sudah diketahui. Lokasi tepatnya didaerah Lindau,
setelah terjadi kontak senjata yang cukup sengit dan melelahkan, kekuatan
mereka berhasil disapu bersih. Ratusan GPK tewas, 12 tokoh penting GPK turut
tewas. Sebagian besar sisanya tertawan hidup-hidup, sedangkan hasil rampasan
senjata berjumlah 78 pucuk.
Dari 12 tokoh GPK yang tewas, 8 orang diantaranya berasal dari Los Palos.
Daerah tersebut pada masa itu termasuk daerah rawan. Data intelijen mengatakan
bahwa menjelang hari Natal 1981, Los Palos akan dikuasai oleh GPK selama 6 jam,
sebagai upaya menunjukkan kepada dunia luar bahwa eksitensi GPK Timor Timur masih
ada. Untuk itulah pasukan khusus Kuterinbat digerakkan secara terus menerus
tanpa henti, sekaligus sebagai show of force disekitar Los
Palos dan hutan-hutan untuk mencegah tujuan politik tersebut.
Tugas lain yang terkandung dari operasi Kuterinbat ini bukan hanya
sekadar combat and intelligent, tetapi semua berawal dari
teritorial dengan metode adu bako. Dalam operasi teritorial ini,
pimpinan Kuterinbat menyiapkan dan melatih rakyat dimedan operasi yang
bersimpati terhadap NKRI. Mereka diseleksi terlebih dahulu rasa
nasionalismenya, kesadaran berbangsa dan bernegara sampai yakin betul bahwa
mereka merah putih, kemudian dilatih dengan ilmu kemiliteran. Setelah itu,
setahap demi setahap mereka diikutkan dalam operasi penumpasan GPK. Pada
awalnya hanya satu dua orang saja, tetapi selanjutnya meningkat menjadi banyak.
Kompi Kuterinbat yang dalam pergerakannya selalu dalam kumpulan kecil sangat
terbantu oleh simpatisan ini. Tidak jarang mereka tanpa senjata berani bergerak
sendiri kehutan-hutan dengan tujuan menjadi mata dan telinga untuk mendapatkan
informasi. Hasil laporan mereka dipilah-pilah untuk diteliti tahap
keakuratannya. Inilah awal mulanya pelepasan panah-panah di
medan operasi di Timor Timur.
Uji coba Satuan Khusus Kompi Kuterinbat ini dilaksanakan selama 6 bulan. 1
personel gugur dalam penugasan atas nama Serda Sutoyo dari Yonif Linud 330/Tri
Dharma. Kompi Khusus ini pulang kepangkalannya menggunakan C-130 Hercules dan
mendarat di Lanud Hussein Sastranegara Bandung. Turut menyambut pasukan di
Lanud Hussein, Komandan Brigif Linud 17/Kujang Kolonel Inf. Killian Sidabutar,
mendamping Panglima Divisi I Brigjen Faisal Tandjung.
Menurut pengasas Kuterinbat Letjen TNI Purn. M. Sanif, konsep ala Kuterinbat
ini masih sangat relevan untuk setiap penugasan masa kini. Setinggi apapun
teknologi, apapun prajurit-prajurit kita, secanggih apapun peralatan kita
dewasa ini, Kuterinbat bukanlah fungsi staf. Ia adalah kekuatan ujung tombak
dari setiap prajurit. Kuterinbat adalah pegangan-pegangan ilmu pragmatis yang
harus bisa dipegang dan dijadikan model dasar bagi setiap prajurit.
Sumber : Jakarta Greater
No comments:
Post a Comment