Jakarta - Pemerintah menganugerahkan gelar Pahalawan Nasional kepada Bapak Proklamator Indonesia, Soekarno dan Hatta, tepat tiga hari menjelang peringatan Hari
Pahlawan, yang selalu diperingati setiap tanggal 10 November. Penganugerahan
dilakukan di Istana Negara, Jakarta,
oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam sambutannya, Presiden menilai, Soekarno dan Hatta adalah sosok yang saling melengkapi.
|
Soekarno dan Muhammad Hatta |
Menurutnya, sosok Bung Karno dan Bung Hatta adalah lambang dan sumber inspirasi perjuangan seluruh bangsa Indonesia di seluruh
pelosok negeri. Selain itu, tokoh bangsa yang berperan penting dalam
menciptakan gagasan dan pemikiran bangsa yang akhirnya dijadikan menjadi
landasan konsititusional Republik Indonesia, yakni Undang-Undang
Dasar 1945.
Berikut catatan kecil tentang sosok Bung Karno dan Bung Hatta...
Bung Karno
(Menjabat Presiden 1945-1966)
"Aku adalah putra seorang ibu Bali
dari kasta Brahmana. Ibuku, Idaju, berasal dari kasta tinggi. Raja terakhir
Singaraja adalah paman ibuku. Bapakku dari Jawa. Nama lengkapnya adalah Raden
Sukemi Sosrodihardjo. Raden adalah gelar bangsawan yang berarti, Tuan. Bapak
adalah keturunan Sultan Kediri.
Apakah itu kebetulan atau suatu pertanda bahwa aku dilahirkan dalam kelas yang
memerintah, akan tetapi apa pun kelahiranku atau suratan takdir, pengabdian
bagi kemerdekaan rakyatku bukan suatu keputusan tiba-tiba. Akulah
ahli-warisnya."
Ungkapan itu disampaikan Bung Karno kepada penulis otobiografinya, Cindy Adam.
|
Bung Karno |
Soekarno, yang bernama kecil Koesno, lahir di Blitar, 6 Juni 1901, dari
pasangan Raden Soekemi dan Ida Ayu Nyoman Rai. Siapa sangka, 44 tahun kemudian,
pria yang akrab disapa Bung Karno itu menjadi pembuka pintu bagi Indonesia
meraih kemerdekaannya setelah lebih dari tiga setengah abad ditindas oleh
penjajah.
Sejak kecil, Soekarno selalu hidup jauh dari orangtuanya. Saat mengenyam
pendidikan di bangku sekolah rakyat, ia indekos di Surabaya,
tepatnya di rumah politisi kawakan pendiri Syarikat Islam Haji Oemar Said
Tjokroaminoto, sampai tamat HBS (Hoogere
Burger School).
Dari tokoh inilah, semangat kebangsaannya membara. Maklum saja, di rumah HOS
Tjokroaminoto kerap digelar diskusi politik. Pada tahun 1921, Soekarno
mempersunting putri bapak indekosnya, Siti Oetari.
Petualangan pendidikan Soekarno berlanjut ke Bandung. Di Kota Kembang ini, ia melanjutkan
pendidikan tinggi di THS (Technische Hooge-School), Sekolah Teknik Tinggi yang
kemudian menjadi ITB. Kerja kerasnya berbuah gelar insinyur pada 25 Mei 1926.
Semasa kuliah di Bandung,
Soekarno menemukan jodoh yang lain. Inggit Garnasih, yang dinikahinya pada
tahun 1923.
Karier politik Soekarno terejawantahkan saat mendirikan Partai Nasional
Indonesia (PNI), 4 Juni 1927. Tujuannya, mendirikan negara Indonesia Merdeka.
Akibatnya, ia ditangkap, diadili, dijatuhi hukuman penjara oleh pemerintah
Hindia Belanda dan dijeboloskan ke penjara Sukamiskin, Bandung, pada 29 Desember 1929.
Bebas dari hotel prodeo, 1931, ia kemudian memimpin Partindo. Belanda kembali
menangkapnya (1933) dan membuang Soekarno ke Ende, Flores.
Dari Ende, ia dibuang ke Bengkulu selama empat tahun.
Di sanalah ia menikahi Fatmawati (1943) yang memberinya lima anak, yaitu Guntur
Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rahmawati, Sukmawati, dan Guruh
Soekarnoputra.
Tahun 1942, tentara pendudukan Belanda di Indonesia menyerah kepada Jepang.
Penindasan yang dilakukan tentara pendudukan selama tiga tahun jauh lebih
kejam. Di balik itu, Jepang sendiri sudah mengimingi kemerdekaan bagi Indonesia.
Penyerahan diri Jepang setelah dua kota utamanya, Nagasaki dan Hiroshima, dibom
atom oleh tentara Sekutu, tanggal 6 Agustus 1945, membuka cakrawala baru bagi
para pejuang Indonesia. Mereka tidak perlu menunggu, tetapi merebut kemerdekaan
dari Jepang.
Setelah persiapan yang cukup panjang, dipimpin oleh Ir Soekarno dan Drs
Muhammad Hatta, mereka memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, tanggal 17
Agustus 1945, di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 52 (sekarang Jalan Proklamasi),
Jakarta.
Soekarno juga dikenal berani. Salah satu ungkapan yang dilayangkannya kepada
Amerika, "
Go to hell with your aid", sempat menggemparkan.
Tahun 1965-1966 menjadi saat genting bagi kedudukan Soekarno. Saat itu, terjadi
pertarungan berdarah antara PKI dan unsur-unsur bersenjata yang didukung Barat.
Bung Karno sadar, tetapi terlambat. Sedikit demi sedikit ia dijepit. Akhirnya
guru bangsa yang besar ini disingkirkan dari panggung kekuasaan, dan digantikan
Soeharto. Ia wafat pada tahun 1971, sebagai seorang tahanan politik, di negeri
yang kemerdekaannya dengan gigih ia perjuangkan.