Perkembangan situasi di tingkat kawasan yaitu Asia Tenggara kini makin
dinamis, yang diwarnai pula situasi yang memanas terkait sengketa wilayah kaya
sumber daya alam di Laut China Selatan antara China dengan sejumlah negara Asia
Tenggara.
Memang Indonesia tidak termasuk negara yang bersengketa dengan China, namun
kita justru harus memanfaatkan situasi ini sebagai rujukan kesiapan segenap
sumber daya maritim untuk mengantisipasi kemungkinan konflik. Kita lihat saat
ini China sangat menggenjot kekuatan maritimnya, yang terakhir dengan
peluncuran kapal induk Liaoning yang bakal dilengkapi pesawat tempur
J-15, yang merupakan kopian dari pesawat tempur Rusia versi kapal induk, Sukhoi
Su-33. Meski sejumlah pengamat seperti misalnya Rodger Baker dan Zhang Zhixing
dalam ulasan berjudul The Paradox of China’s Naval Strategy di situs
kajian strategis Stratfor, menilai China masih dalam proses transisi untuk
memproyeksikan kekuatan maritimnya keluar demi kepentingannya, segenap
perkembangan ini harus diikuti dengan cermat demi kepentingan nasional kita.
Kondisi di tingkat kawasan itu layak menjadi rujukan dalam pengembangan TNI
AL ke depan, khususnya terkait dengan visi mewujudkan TNI AL yang andal dan
disegani. Visi ini sangat penting dan tepat karena Indonesia adalah negara
kepulauan terbesar di dunia, dengan luas wilayah laut 93.000 km persegi dan
luas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 6.159.032 km persegi. Kondisi geografis
Indonesia ini semakin spesial dengan posisi yang terletak di antara dua benua
dan dua samudera besar sehingga membuat wilayah ini dari abad ke abad
senantiasa menjadi jalur perlintasan perniagaan yang sangat penting dan vital.
Oleh karenanya, kebutuhan adanya angkatan laut yang kuat dengan perlengkapan
yang sesuai zaman dan kebutuhan dengan ditunjang sumber daya manusia yang
memiliki profesionalisme dan kompetensi tinggi sudah menjadi keniscayaan. Akan
tetapi kekuatan TNI AL yang andal dan disegani itu pun takkan bisa terwujud
jika visi maritim yang kuat dan integral belum terbangun di negeri ini.
Masih banyak tafsir mengenai visi maritim ini, seperti misalnya yang
dikemukakan peneliti pertahanan Connie Rahakundini Bakrie dalam tulisan di
situs indo maritime institute berjudul Negara Visi Maritim. Connie
menyebut bahwa visi maritim akan dipengaruhi kemajuan yang sudah dicapai di
daratan dan tidak akan efektif jika tidak didasarkan pada konsepsi mengenai
pertahanan negara yang menyeluruh. Menurut dia, pembangunan kekuatan maritim
adalah tahap lebih lanjut setelah dipenuhinya kualitas yang unggul atas
pertahanan matra darat. Ditambahkannya, dalam perkuatan armada laut, sebuah
negara harus sudah memiliki pertahanan darat, sistem intelijen, pemerintahan
dan perekonomian yang kuat dengan dasar strategi ekonomi politik yang tangguh
untuk menjaga kedaulatan negaranya.
Tak jauh beda dengan yang dikemukakan mendiang Laksamana Purn Soedomo
seperti dikutip dalam majalah Jalasena terbitan Mei 2011. Dirinya
menyatakan visi maritim bisa dibangun dengan merujuk pada visi Kerajaan
Majapahit yang memproyeksikan kekuatan melalui samudera untuk mempersatukan
berbagai wilayah, serta merujuk pada misi Laksamana Zheng He atau Cheng Ho yang
memanfaatkan kekuatan maritim untuk perdagangan dan promosi kebudayaan.
Meninjau kondisi aktual di tingkat kawasan, misi TNI AL yang saat ini masih
sejalan dengan TNI secara umum yaitu membangun kekuatan dengan ukuran minimum
essential force atau kekuatan pokok minimal perlu secara dinamis terus
dikaji dan disesuaikan dengan perkembangan tingkat kawasan. Konsep pertahanan
dan alat utama sistem senjata (Alutsista) penunjangnya semestinya sudah makin
diarahkan menuju prinsip kesetaraan, meski mungkin kesetaraan minimal. Artinya,
Alutsista dan segala kemampuan sumber daya penunjangnya harus memiliki kualitas
setara dengan kekuatan termaju di kawasan, walaupun dari segi kuantitas mungkin
belum menyamai. Yang tak kalah penting, ketersediaan Alutsista dan kelengkapannya
juga sesuai dengan tren potensi ancaman.
Misalkan saja dalam rangka pengamanan alur laut kepulauan Indonesia (ALKI)
yang menjadi jalur pelayaran internasional. Jangan dilupakan “Insiden Bawean”
yang terjadi 3 Juli 2003 silam, saat pesawat-pesawat tempur F/A-18 Hornet dari
kapal induk USS Carl Vinson bermanuver di wilayah perairan Laut Jawa
sehingga terpaksa dicegat oleh pesawat F-16 dari Lanud Iswahjudi Madiun dan
saat itu nyaris terjadi dog fight. Meski insiden ini sudah lama
terjadi, namun hal ini membuktikan bahwa kekuatan TNI khususnya TNI AL perlu
lebih banyak memproyeksikan diri sebagai pengaman jalur perlintasan
internasional itu, sekaligus menunjukkan kemampuannya sebagai deterrent
atau kekuatan penangkal yang membuat negara lain tak berani sembarangan berulah
di dalam teritorial Indonesia.
Menyikapi kondisi terakhir di kawasan Laut China Selatan, Indonesia dengan
TNI AL-nya tetap perlu berperan sebagai kekuatan penengah di antara
potensi-potensi konflik yang ada. Hal ini bisa dicapai, selain melalui jalur
diplomasi aktif, juga melalui perkuatan-perkuatan unsur-unsur TNI AL.
Penambahan Alutsista seperti kepemilikan rudal-rudal antikapal permukaan dan
antiserangan udara dari jenis terbaru mutlak diperlukan untuk menjaga kemampuan
pertahanan dan deterrent TNI AL. Selain itu penambahan kekuatan lain
seperti pesawat-pesawat antikapal selam, baik sayap tetap maupun helikopter,
patroli maritim serta kapal selam harus dijaga kesinambungan pengadaaannya agar
sesuai dengan realitas kebutuhan dan mewujudkan prinsip kesetaraan dengan
kekuatan lain di kawasan ini.
Jangan dilupakan pula aspek pembinaan personel untuk menjaga kualitas dan
profesionalisme. TNI AL sudah punya pengalaman operasi laut di luar negeri
seperti saat menangani pembajakan kapal dagang MV Sinar Kudus oleh
perompak Somalia beberapa waktu lalu serta operasi maritim PBB di perairan
Lebanon, yang membuktikan kualitas para pelautnya. Keterlibatan dalam
operasi-operasi internasional ini perlu terus dipelihara untuk meningkatkan
wawasan dan pengalaman segenap personel. Program pengamanan pulau terluar yang
selama ini sudah dilaksanakan terutama oleh unsur Korps Marinir perlu diperkuat
baik dari segi jumlah personel maupun kelengkapan persenjataan dan sarana
pendukung seperti komunikasi dan fasilitas lainnya.
Dengan terpeliharanya seluruh kemampuan dan terus terlaksananya proses
perkuatan-perkuatan itu, niscaya TNI AL akan mampu mewujudkan visinya sebagai
kekuatan yang andal dan disegani. “Jalesveva Jayamahe, di laut kita
jaya!”
Sumber : Solo Pos
No comments:
Post a Comment