Jakarta - Sejarah perjuangan dan pertempuran Indonesia
bagaikan mozaik-mozaik yang berceceran dimana-mana. Bertemu dengan salah satu
saksi sejarah dan merekam kenangannya, sungguh sebuah pengalaman tak
terlupakan. Apalagi, ketika sang saksi menggelontorkan sejumlah mozaik yang
tercecer.
Beruntung bisa bertemu langsung dengan salah satu saksi sejarah.
Beliau adalah Kolonel Purnawirawan Arifin Rosadi. Saat kampanye perang memperebutkan
Irian Barat, pak Arifin bertugas sebagai Kepala Kamar Mesin kapal selam KRI
Nagabanda dengan pangkat Kapten. Usianya sudah cukup tua. Salah satu kakinya
bahkan sudah diamputasi karena alasan kesehatan. Di usianya tersebut, pak
Arifin masih semangat menceritakan pengalamannya. Semangatnya tak beda dengan
anak muda usia 20-an. Nada bicaranya masih tegas, lantang dan lancar.
Seperti diketahui, pada masa Trikora, Indonesia membeli 12 buah kapal selam
kelas whiskey. Awalnya pembelian sebenarnya hanya 2 buah. Namun, karena situasi
yang makin genting, Indonesia membeli lagi 4 buah kapal selam.
Kisah diawali dari masa pelatihannya di Rusia. Berbeda dengan awak KRI Cakra
dan KRI Nanggala, yang dilatih di Polandia, calon awak ke-4 Kapal selam
tambahan dilatih langsung di Vladivostok Rusia, markas Armada Pasifik AL Uni
Soviet. Mendapatkan kesempatan pelatihan langsung di Vladivostok menandakan satu kepercayaan yang
diberikan oleh Uni Soviet, berkat bulan madu antara Soekarno dan Blok Timur.
Maklum saja, sebagai instalasi utama AL Soviet, siapapun yang memasukinya sudah
tentu diperiksa latar belakangnya oleh intelijen militer Soviet yang populer
disebut dengan GRU.
Pelatihan berlangsung pada bulan april 1961 hingga desember
1961. Seusai berlatih, ke-4 kapal selam tambahan langsung dikirim berlayar ke Indonesia.
Sepanjang perjalanan menuju tanah air, kru Rusia mengawaki keseluruhan kapal
dengan didampingi masing-masing Komandan Kapal dan Kepala Kamar Mesin
berkebangsaan Indonesia.
Selanjutnya sesampainya di Indonesia
pada Januari 1962, dilangsungkan latihan tambahan, salah satunya berlatih
menembakan Torpedo. Torpedo yang digotong oleh kapal selam kelas Whiskey yang
dibeli Indonesia
adalah torpedo kaliber 533mm, mungkin dari tipe SAET-50/50M yang punya jarak efektif
4-8km.
Salah satu mozaik yang terungkap dalam kisah Pak Arifin , adalah
keterlibatan langsung kelasi Rusia (Uni Soviet waktu itu) dalam kampanye
Trikora. Awal keterlibatan adalah adanya informasi mengenai kedatangan Kapal
Induk Karel Doorman ke perairan Irian barat. Hal itu membuat Pemerintahan bung
Karno semakin waspada, dengan memesan lagi 6 buah Kapal Selam tambahan. Jadi
total, ALRI memiliki 12 buah kapal selam kelas Whiskey.
Kapal Selam Whiskey Class Indonesia |
Karel Dorman
merupakan kapal incaran, karena boleh dibilang sebagai flagship armada kapal
permukaan Belanda yang mempertahankan Holandia Barat. AURI sudah mempersiapkan
Tu-16KS yang bersenjatakan rudal anti kapal AS-2 Kennel, sementara
ALRI tentunya siap dengan torpedo-torpedo dari kapal Whiskey. Andai tak ada
perjanjian New York, Karel Doorman tentu hanya tinggal nama, karam ke dasar
laut entah oleh hantaman dari langit atau serangan tak terduga dari dasar
lautan.
Pembelian yang jauh lebih banyak dari rencana awal tersebut tentunya
menimbulkan kepelikan tersendiri didalam tubuh ALRI. Lantaran proyeksi awal
hanya 6 kapal selam, yang bengkak menjadi 12, tentu jumlah awak yang harus
disiapkan menjadi lipat dua. Sudah tidak ada waktu lagi untuk menyiapkan awak,
meningat tenggat mobilisasi pasukan untuk operasi Trikora sudah semakin dekat.
Lantaran kekurangan awak, alhasil pemerintah Indonesia selain membeli Kapal
Selam, juga harus "menyewa" awaknya yang asli berkebangsaan Rusia.
Jika 1 kapal selam membutuhkan 60 buah ABK, maka total ada sebanyak sekitar 360
Tentara Rusia ikut bergabung berjuang memperebutkan Irian Barat!!
Jika terjadi perang terbuka, para awak Rusia ini berperan sebagai standby
force. Strateginya adalah 6 buah kapal selam pertama akan maju terlebih
dahulu untuk patrol dan operasi penenggelaman kapal-kapal permukaan milik AL
Kerajaan Belanda, jika perintah diberikan. Sementara 6 kapal selam dengan awak
Rusia di garis belakang, menunggu disekitar perairan Ambon. Jika keenam kapal
yang berawak Indonesia tersebut sudah membutuhkan pengisian bahan bakar dan perbekalan
kembali ke Ambon, maka kapal selam Rusia yang dikirim menggantikan untuk
berpatroli. Andai perang pecah antara Indonesia dengan Belanda, boleh dibilang
awak Rusia akan tercatat dalam sejarah sebagai prajurit Rusia pertama yang
bertempur melawan kekuatan Barat, jauh sebelum advisor Soviet membanjiri Timur
Tengah dan Vietnam.
Para warga Rusia ini diberi tempat tinggal di kawasan Dermaga Ujung Surabaya
Jawa timur. "tidak terlalu tertutup tempatnya, tapi tak boleh dikunjungi
sembarang orang", kata Kol. Purn Arifin Rosadi. Mereka pun tinggal selama
masa Kampanye Trikora hingga usai, yaitu hingga Agustus 1962. "kita yang
membiayai hidup mereka hingga gaji mereka", tegas Kol. Purn. Arifin lagi.
Satu mozaik lagi telah tercatat. Apakah masih ada
serpihan lainnya diluar sana?
Sumber : ARC
No comments:
Post a Comment