Jakarta - Hari ini bangsa Indonesia kembali memperingati Hari Pahlawan.
Berbagai kegiatan kerap diselenggarakan untuk menghormati para pahlawan. Namun
benarkah mereka merasa dihargai dengan segala tetek bengek perayaan itu ?
Banyak pahlawan-pahlawan di negeri ini yang nasibnya tidak mujur. Tidak
dimakamkan di taman pahlawan, tidak mendapat bintang jasa bahkan tidak diakui
sebagai pahlawan. Pahlawan juga bukan hanya mereka yang mengangkat senjata
melawan penjajah. Banyak pahlawan yang berjasa namun nasibnya tidak sebaik
mereka yang yang namanya dikenang dan dimakamkan di tempat terhormat.
Alex Kawilarang. Foto : Merdeka.com |
Salah satu pahlawan tersebut mungkin adalah Alex Kawilarang. Kolonel (purn)
Alex Kawilarang sempat diusulkan untuk menjadi pahlawan nasional tahun ini.
Tapi agaknya belum juga diluluskan pemerintah. Alex Kawilarang memiliki
peran penting dalam penyusunan organisasi TNI di awal kemerdekaan. Termasuk
membangun pasukan elite yang kelak dikenal sebagai Kopassus TNI AD.
Di zaman Belanda, Alex mengikuti pendidikan perwira Koninklijk Militaire
Academie (KMA) di Bandung. Sebenarnya KMA Bandung merupakan sekolah perwira
darurat karena saat itu Belanda telah dikuasai Jerman dalam perang dunia II.
KMA Breda di Belanda pun tutup. Alex tak lama menjadi perwira Koninklijke
Nederlands Indische Leger (KNIL), atau Tentara Kerajaan Hindia-Belanda. Tahun
1942, Jepang keburu masuk dan KNIL dibubarkan. Walau begitu dia tercatat
sebagai satu dari sedikit orang Indonesia yang bisa menjadi perwira KNIL.
Setelah Indonesia merdeka tahun 1945, Alex bergabung dengan TNI. Awalnya dia
menjadi perwira penghubung dengan pasukan Inggris. Karirnya terus merangkak
naik. Kawilarang dipercaya memimpin ekspedisi TNI menumpas berbagai
pemberontakan di hari-hari awal republik. Mulai dari Operasi Penumpasan
Pemberontakan Andi Azis di Makassar, pemberontakan Republik Maluku Selatan
(RMS), dan Pemberontakan Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan.
Pengalaman menumpas berbagai pemberontakan ini yang membuat Kawilarang
berpikir perlunya Indonesia memiliki pasukan kecil dengan kemampuan tempur
hebat. Kawilarang begitu kagum akan kemampuan musuhnya, pasukan baret merah dan
hijau Belanda dari Korps Speciale Troepen. Dia banyak berdiskusi dengan Letkol
Slamet Riyadi soal pembentukan pasukan elite ini.
Pada 1951-1956, Kawilarang diangkat sebagai Panglima Komando Tentara dan
Teritorium VII/Indonesia Timur (TTIT) di Makassar. Nah saat itu Kawilarang
melapor pada Presiden Soekarno bahwa kondisi Makassar sudah aman. Tapi Soekarno
malah menunjukkan radiogram yang memberitakan Makassar diserang pasukan KNIL.
Kawilarang mencari Komandan Brigade Mataram Letkol Soeharto yang bertugas
menjaga Kota Makassar. Dia kesal melihat anak buah Soeharto malah melarikan
diri.
"Lelucon apa ini," kata Kawilarang pada Soeharto.
"Plak!" Soeharto pun ditampar.
Saat menjabat Panglima TT III/Siliwangi, Kawilarang merintis pembentukan
Kesatuan Komando Territorium III (Kesko TT-III) Siliwang bulan April 1951.
Kesatuan inilah yang kelak menjadi Kopassus. Walau merintis pasukan elite
tersebut, baru tahun 1999 Kawilarang diterima menjadi warga kehormatan
Kopassus. Hal ini baru bisa dilakukan setelah Soeharto lengser.
Kawilarang pernah dianggap bersalah telah menyeberang ke pihak PRRI/Permesta
yang saat itu memberontak pada pemerintah Jakarta. Tapi Soekarno kemudian
mengeluarkan abolisi walau memberikan sanksi pangkat Brigjen Kawilarang
diturunkan menjadi Kolonel. Kawilarang kemudian memilih mengundurkan diri dari
TNI. Padahal bersama Nasution, Kawilarang banyak memberikan saran dalam
membangun TNI.
Saat Orde Baru, hubungan Kawilarang dan Soeharto tetap kurang harmonis.
Soeharto rupanya belum lupa pernah ditempeleng. Maka Kawilarang hidup sebagai
pengusaha. Dia meninggal 6 Juni 2000, pada usia 80 tahun. Bapak Kopassus ini
dimakamkan di taman makam pahlawan Cikutra, Bandung.
Sumber : Merdeka
No comments:
Post a Comment